Warna BBM Semerah Darah

“Laporan  jum’at ini, beberapa demonstran telah siap menuju gedung DPR RI Jakarta, dan pemirsa… bis akita saksikan di sini, demonstran mulai membakar-bakar. Beberapa yang lain mencoba membuka barikade polisi. Pemirsa… saat ini kami berada di tengah tengah demonstran. Dan… oh.. ada beberapa tembakan gas air mata, saat ini bisa anda liat di layar kaca anda, kondisi sangat mencekam. Asap dari ban terbakar membuat suasana gelap. Sekian kembali ke studio.”

Bu Dian mematikan televise, menggerutu dengan sungut-sungut. “Liat itu berita, macam mana terus rusuh…” Suaminya yang dari tadi membolak-balik Koran hanya sesekali mendelik dengan kacamata yang tebal. “hem…” kata Suaminya dengan enteng.

Kebutuhan pasti naik pak, BMM akan naik. Kemarin saja ongkos kirim kue kita naik 20ribu sudah, yang ini itu, si paijo itu emang ada akalnya jika soal duit.

“loh.. itu kan kata ibu karena BBM mau naik, gimana to… ko menyalahkan Paijo sang kurir”.

Bu Dian kembali menunjukkan sms Nanang, sang anak yang kuliah di UI Salemba. “Ni apa-apaan si Nanang,orang tua kerja mati-matian di kampong, dia main aja”. Suaminya hanya mendelik,persis seperti Habiebie saat berfikir, rambut putihnya menunjukkan umur tua. “Kenapa si Nanang??” Bu Dian melengos, tubuh gendutnya menunjukkan dia pandai masak, hingga semua makanan pernah dicicipinya. “Di sms, ibu bapak, saya satu minggu ini tidak masuk kuliah, ada kegiatan diluar kuliah yang sangat penting. Mohon doa restu”, nah.. pasti dia lagi main bersama kawan-kawannya di puncak”.

 

#Di Tempat Nanang

Suasa semakin memanas, beberapa tembakan terus terdengar. Ribuan mahasiswa dan buruh membentuk barisan. Bebrapa ada yang menaiki truk yang berisikan sound system yang besar, dan berorasi. Beberapa saat kemudian barisan polisi kembali mendesak demonstran. Dengan pentungan dan tameng ala captain amerika menerobos barikade yang dibuat mahasiswa. Komponen merah sampai hijau bersatu menolak kenaikan BBM. Dari takbir sampai terikan revolusi. Sejenak dua kelompok ini terjadi dorong-dorongan dan akhirnya pecah menjadi adu jotos.  Hingga terbagi menjadi dua kubu yang saling lempar bamboo, baru dan gas air mata. Nanang keluar barisan, dia ambil beberapa batu dan melemparnya kea rah polisi, batu nanang adalah salah satu dari ribuan batu yang melayang bergantian arah.seperti hujan batu. Dan nanang menikmati pertempuran yang pertama  baginya. Ini seperti perang di film king Arthur atau saat mengalahkan Troll yang besar.

Nanang berlindung di balik pot besar marka jalan, disitu ada orang berpakaian hitam, bukan temannya, polisi juga bukan, tapi kenapa menangkap tangan nanang, di seret, beberapa orang berpakaian sama juga memegang, memukulnya, kemudian begitu cepat, bberapa polisi dengan pentungan juga memukul mencambak dan menginjak-injak nanang saat dia terjatuh.

“Matio kowe… jancuk….” Suara taka sing lagi baginya. Mati lo.. mahasisw abangsat…”

Nanang tak lagi merasa sakit, matanya kabur dengan darah dari kepala, beberapa sepatu jenggel masuk ke ulu hatinya.sesaat nanang terdiam dan tak tau lagi, mungkin dia pingsan, mungkin juga mati.

 

#Di tempat Yayuk

“Gimana ni anak…  di telfon gan diangkat.. d isms pending…, ah galau…”. Gerutu yayuk pacar Nanang. Hari ini tanggal 30 Maret adalah hari istimewa bagi yayuk. Karena dia ulang tahun.dia harusnya pergi shoping, atau merayakan denmgan nanang pacarnya. Mungkin yayuk berfikir, Nanang akan memberikan kejutan, saat kemarin dia bilang, jum’at ini adalah hari istimewa.

 

#di tempat Bu dian

“gimana Jo.. pesanan keluarga Budi Santoso udah dikirim belum…??” Tanya bu dian yang masih sibuk dengan beberapa kotak kuenya. Paijo menyahut “ sampun bune, akntun nggene bu Darnik engkang dereng…”.

“Yow is… agi di kirim, k iwis telfon ket mau, jare wedi nek keri” Bu Dian masih dengan kardus rotinya. Memikirkan apa yang tidak pernah terpikirkan.

“Perasaanku dari tadi gak enak pak… apa yang belum ya….??” Suaminya membersihkan sangkar burung hanya berdehem, disusul jawaban ringat khasnya.”di cek satu satu lagi…”

Malam telah larut, keluarga bu dian bersantai di depan televise. “ada berita pak… demo lagi di salemba”.

Si kecil Tasya ikut nimbrung. “Itu kan kampusnya mas Nanang bu’e…”. Itu kayak mas nanang di tv bu’e.. baju kuning…”

Bu Dian terperanjak, anaknya ikut demo. Kena pukul dikeroyok. Sempat tersorot kamera Metromini TV. “Allohu akbar.. apa iya….” Teriak bu Dian. Segera di telfon HP nanang. Tutt.. tut…

(bersambung… Hahaha…. Melihat kondisi dulu di depan DPR)

Sori gak di edit.

 

 

 

 

 

Tinggalkan komentar